Selamat datang para jones yang haus akan cerita baper ^^

Apr 9, 2016

Niall Love Story: Forever Yours

#Niall Short Story#


-

-

-


“Princess..”

 Aksen Irlandia terdengar sayup di telingaku yang masih setengah terjaga. Perlahan ku membuka kedua kelopak mataku, membiarkan berkas sinar matahari menerangi iris mata cokelat gelapku. Di sisiku, seorang pemuda pirang bermata sebiru samudera menyambutku dengan dekapan hangat. Aku bisa merasakan sepasang lengan kekarnya memelukku dengan protektif.


“Good morning, Nialler..”


“Morning sweetheart.”Sahut pemuda pirang tersebut lembut,

“Today is a big day for you, isn’t it? I will take care of you all day long.” Kamu hanya tersenyum tipis,

“You’re too hyperbolic. Aku sudah sering melewati hari-hari semacam ini,” tukasmu sederhana,“Puluhan kali, just for your information. This ain’t my first time.” Pemuda yang ku sapa Nialler tadi hanya mengangguk singkat

“You’re beautiful, and too strong for a little girl. That’s why I love you.” Sebuah kecupan singkat mendarat mulus pada keningku. Membuatku tertawa renyah.

“I love you too, my nialler”

Ya, aku---gadis yang beruntung bisa memiliki seorang Niall Horan di sisi tempat tidurku setiap hari ,rupanya tak seberuntung kelihatannya. Mata cokelat bersinarku memang bisa menyembunyikannya, begitu pula dengan bibir merah mudaku yang selalu merekahkan senyum. Jauh di dalam diriku, ada sebuah penyakit berbahaya yang mengancam hidupku. Aku terlahir dengan kelainan jantung, dan membuatku kerap melakukan operasi klep jantung setiap beberapa bulan sekali dan minum obat setiap harinya. Hari ini, adalah yang kesekian puluh kalinya aku menjalani operasi tersebut. Niall tahu akan hal itu, dan hal itu pula yang membuat pemuda Irlandia tersebut begitu mengagumiku sebagai tunangannya. Aku adalah gadis yang kuat, sangat sangat kuat. Niall mendaratkan satu lagi ciuman pada dahiku.

“C’mon get up from the bed. There’s some breakfast for you down stair, Alia.”

“Thank you, you’re the best.” Aku membawa Niall dalam pelukanku, sebelum akhirnya berdiri dan turun untuk sarapan.

Sepanjang hari dihabiskan oleh aku dan dia dengan duduk berdampingan di sofa dengan selimut, popcorn, soft drink dan setumpuk DVD. Siang telah berlalu dan sore kini menjelang, Niall memeluk tubuhku ,kekasihku yang telah mendampingi hidupku sejak dua tahun belakangan ini,dan menyandarkan dagunya pada bahuku, seolah tak akan pernah ingin dipisahkan.

“I love you so much. You’re like an ecstasy, and I’m overdose.” ucap Niall

Aku tersenyum dengan rona merah pada pipiku. Tetapi sebelum aku sempat membalas ucapan Niall, pintu apartemen menjeblak terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Sedetik kemudian, muncul sosok pemuda berambut cokelat gelap ikal, disusul dengan yang berambut hitam legam kemudian di belakangnya muncul lagi dua pemuda berambut cokelat kacang. Yes, they are Harry, Zayn, Liam and Louis..

“Hey massive lazy couple,” Harry datang dengan wajah ceria.

“Don’t you say that you guys spend all the day with a tons of DVD and cuddle up on couch..” Niall melemparnya dengan sebutir popcorn.

“Haha! Unfortunately, that’s pretty rite.” Harry menangkap popcorn yang dilempar Niall dengan mudah, kemudian memasukannya ke dalam mulutnya.

“By the way Al , how are you today? You will go to the hospital tonight?” tanya Harry

“Yeah we’re here to support you.” Liam menyambung kalimat Harry.

Aku tersenyum simpul, memandang pada empat sahabat terbaikku itu.

“Yeah it will be my.. twenty first time? Or twenty third, maybe? Hah, I don’t even count that anymore..” Kalian semua tertawa.

Tetapi jauh dalam hatiku, aku bertanya-tanya.. Kapan semua ini akan berakhir? Operasi setiap bulannya, minum obat agar rambut diepalaku tak berguguran. Berapa lama lagi aku akan hidup? Beberapa jam ke depan kita habiskan dengan memasak dan menonton The Dark Knight Rises, film favorit kita berenam. Hingga akhirnya malam menggantung di langit, aku harus bersiap-siap berkemas menuju rumah sakit untuk operasi. Orang tuaku dalam perjalanan ke sana, menemaniku melewati semuanya seperti biasa. Harry bangkit berdiri dari sofa.

“Well Al , we have to go to do an interview. And Niall, join us as soon as possible. It won’t take a long time.” Ujarnya padaku dan Niall.

“We will visit you tomorrow with Perrie, El and Dani,” Zayn mengambil jaketnya, disusul dengan yang lain,

“Good luck babe!” Kemudian Louis memelukku

“Yeah, we love you Alia! Good luck. See you tomorrow.” Keempat sahabat lelaki itupun bergantian mengucap salam, memelukku dan berjanji akan datang menjengukku besok. Kemudian mereka meninggalkan apartemenku dan aku bersiap-siap menuju rumah sakit.

Hujan turun membasahi London pada malam itu. Aku duduk nyaman di dalam mobil sementara Niall memegang kemudi. Kalian berdua terdiam, menunggu satu sama lain untuk mengucap kata.

“Princess..” panggil Niall

“Yes, babe?”

“Are you alright?” Aku hanya tertawa kecil,

“Yes of course. Ini hanya operasi klep jantung biasa, Nialler… Bukan operasi besar, apalagi pencangkokan jantung..”

“Kapan kira-kira kamu akan mendapatkan donor?” Raut wajahku berubah muram,

“I don’t know.. Maybe someday.” Jawabku singkat.

Bertahun-tahun aku menunggu untuk mendapatkan donor, tetapi sampai sekarang hasilnya masih nihil. Hanya itu satu-satunya cara untuk memulihkanku. Selama aku belum mendapat donor untuk operasi cangkok jantung, aku tak akan pernah sembuh.

“Yeah, Princess.. I believe one day you’ll be healthy as everyone else. I will always be by your side. I won’t go anywhere. I promise, Princess..” Niall berkata lirih dengan senyum khasnya. Senyum yang selalu membuatku tergila-gila.

Bentley yang dikemudikan Niall berhenti pada lobby rumah sakit yang sangat familiar denganku. Aku melihat kedua orang tuaku berdiri di dekat meja front office, menunggu kehadiranku.

“I gotta go for a while to do a short interview.” Ujar Niall sembari menghela nafas. Aku mengangkat bahu,

“Okay, no problem.” Niall menggenggam tanganku, kemudian membawaku pada pelukannya. Ia tahu kalau aku sangat suka dipeluk, dan ia selalu mencoba melakukannya sesering mungkin. Bagiku, tak ada tempat yang lebih nyaman dibanding berada dalam pelukan Irish leprechaun-ku.

“You will survive, Princess.. You will life until you get very very old. We will make a good family..” Setengah heran, tetapi aku hanya mendekap Niall-ku lebih erat lagi,

“Yes babe, I will, we will. I love you.” Nafas Niall berhembus hangat di tengkukku,

“I have a surprise for you. But you have to do your surgery first,” suara kekasih pirangku berubah menjadi sebuah bisikan, “Aku akan menjadi orang pertama yang kau temui ketika kau bangun besok, as usual Princess.. And I will bring the surprise.” Aku menjadi penasaran, tetapi rupanya aku menikmati rasa penasaran tersebut sehingga kau enggaan mendesak Niall untuk membeberkan rencananya,

“Well, Prince.. Promise me?”

“I promise babe.” Kemudian Niall mendekatkan wajahnya pada wajahku, menciumku tepat di bibir untuk beberapa saat.

“Well, masuklah ke sana. Aku akan menyusulmu nanti, Princess..” Aku mengangguk, kemudian mengambil tasku dan membuka pintu mobil.

“Princess..” Aku berbalik,

“Yes, Nialler?”

“I really love you.” ucap Niall singkat

-

-

-


***Niall Horan***

Aku mengemudikan Bentleyku dengan kecepatan sedang. Hujan belum kunjung reda, namun kabut mulai menipis. Aku kini berada dalam perjalanan menuju rumah sakit setelah selesai dengan beberapa interview mendadak dari sebuah stasiun radio. Kota London mulai sepi, mengingat ini hampir tengah malam. Operasi tunanganku akan berlangsung kira-kira satu jam dari sekarang dan aku telah memperkirakan akan datang tepat waktu. Tanganku merogoh saku jaket. Aku menggenggam kotak kecil berbahan beludru yang telahku persiapkan jauh-jauh hari. Besok adalah saatnya. Aku mencintainya sebegitu dalam, walaupun aku tahu kalau kekasihku itu sangat ringkih dan lemah. Tetapi hal itulah yang membuatku jatuh cinta. Bagaimana bisa aku melupakan sepasang mata bersinar yang selalu memancarkan kekuatan besar dibalik penyakit berbahaya yang membayanginya?I  loves her, so damn much.. Akupun meraih BlackBerryku, membuka menu message dan mengetik pesan singkat. Ketika mataku sedang terpaku pada layar telepon genggam, tak sadar mobilku melaju menerobos lampu merah. “Shit, shit!” Dan dalam tempo waktu bersamaan, sebuah truk besar datang dari arah samping. Aku menginjak pedal rem sedalam-dalamnya, namun naas sekali segalanya telah terlambat. Bunyi klakson truk dan Bentley-ku membahana, kemudian sepersekian detik selanjutnya, bunyi hantaman memekakkan telinga antara dua buah material sama keras membelah malam dan hujan. Bentley-ku terhempas begitu saja sejauh beberapa puluh meter. Bunyi tubrukan antara logam dan aspal yang menyayat hati berkali-kali terdengar sebelum akhirnya mobilku teronggok mengerikan di pinggir jalan. Teriakan beberapa orang terdengarditelingaku, meminta pertolongan kepada siapapun.

“Hey!! Is he still alive?”

“He’s still breathing!”

“Hold on, Kid! Please hold on!”

“Damn! His body stuck between the dashboard and seat!”

“Holy shit, he’s bleeding! So freakin much!”

Selanjutnya bunyi sirene ambulans menyusul. Orang-orang segera mengangkat tubuh tak berdayaku setelah menariknya paksa dari jepitan dashboard, air bag dan jok mobil.Lalu detik berikutnya, bau obat-obatan di dalam ambulans adalah hal terakhir yang aku rasakan.

‘Good luck for your surgery. I’ll be there as soon as possible. I love you forever and always princess xx’ His message was still waiting to be sent on Niall' BlackBerry
***

“Mom, where’s Niall? He said he would be here before my surgery.” Aku bertanya pada ibuku dengan setengah kesal,

“I was trying to call him but there’s no answer.” Ibuku hanya mengangkat bahu,

“I don’t know. Maybe he’s on his way, Sweetie..” Seorang dokter dan beberapa suster memasuki kamar rawatku. Ini berarti operasimu akan segera dimulai.

“No, no.. Can you delay my surgery? Just for a few minutes.. I’m still waiting for someone.” Tukasku pada tim dokter yang akan mengoperasiku. Mereka hanya mengangguk, dan kemudian meninggalkan kamarku.

“Damn, Nialler! Where are you?” aku mengumpat pada layar telepon genggamku saat operator telepon yang menjawab panggilanku, not your Nialler. Pintu kamarku dibuka lagi, kali ini ayahku yang muncul,

“Hey, I wanna talk to you about something.” Ujarnya kepada ibu.

Kemudian tanpa berkata apa-apa mereka keluar kamar, meninggalkanku sendirian yang masih sibuk dengan rasa kesalku.

-

-
***

“Niall kecelakaan…” Wanita paruh baya tersebut terperanjat mendengar pernyataan suaminya. Matanya membesar,

“Then?”

 “A truck hit his car. They can’t help him.. He’s dead.” Wanita tersebut tak merespon, di wajahnya hanya tergambar keterkejutan yang amat sangat, seperti langit runtuh. Tubuhnya merosot, terduduk pada kursi di ruang tunggu. Niall? Bagaimana bisa?

“Dia meninggal saat perjalanan ke rumah sakit,” pria tadi melanjutkan ucapannya, “And you know what? Nurses in the ambulance said that..” nadanya berubah, lirih sekali, “Niall’s last word was.. ‘If he was dead, gave his heart to Alia. He loved her so much.”

Ada hening yang sangat panjang, sebelum wanita tersebut pecah dalam tangis

“You must be kidding me! How could… Oh my God, Niall! I can’t believe it!” ucap Ibu

“Yeah, yeah.. Me too. He’s too young, talented, and.. He loves our daughter, so does she..” ujar sang pria sembari memeluk istrinya. Masih dalam tangisan memilukan, wanita tersebut bertanya,

“Lalu, bagaimana?” “Orang tua Niall tahu tentang hal ini. Mereka dalam perjalanan dari Mullingar menuju London. Dan mereka setuju untuk memberikan jantung Niall pada Alia. You know, his parents love Alia so much.. Niall’s mother crying so hard.. Oh my God..” terang pria tersebut, berusaha menyembunyikan dukanya,

“Niall ada di rumah sakit ini, jantungnya telah diambil dan golongan darahnya cocok. Tim dokter pencangkokan jantung dalam perjalanan ke sini. Kondisi Alia dinyatakan prima untuk menjalani operasi besar ini.” Wanita tersebut hanya diam, menangis pilu. Tak membayangkan reaksi anaknya jika tahu tentang hal ini. Semuanya akan menjadi sangat sulit. Kemudian, derap langkah terburu-buru terdengar. Zayn, Harry, Liam dan Louis tergopoh-gopoh menghampiri pasangan paruh baya tersebut.

“Is Niall.. Is Niall…” Louis bertanya panik, tak ada lagi ekspresi jenaka pada wajahnya. Hanya kengerian dan ketakutan yang amat sangat, sementara sang pria baya hanya mengangguk dan memeluk pemuda bermata cokelat tersebut. Detik berikutnya, empat pria muda tersebut jatuh dalam tangis. Tangis yang paling pilu semenjak mereka tergabung dalam sebuah keluarga
***

-

-

-
“They can’t wait anymore..” Aku hanya menatap kesal pada telepon genggamku, kemudian gantian memandang ayah.


“Well, well.. Let say Niall got a massive discount in Nandos and now he’s spending his time there. Very funny.” Ayah hanya menatapku pilu.

“Okay, love? Good luck. I love you.” Aku membaca kekhawatiran dan kesedihan mendalam di mata ayahku,

“Oh c’mon dad, just a little surgery. I’m not the first-timer.. Where’s mom, by the way?”

“Yeah not a huge surgery..” ayah berusaha keras menutupinya,

“Your mom is talking with the doctor.”

“Well done, well done..” Suara tim dokter berbisik di dalam ruangan operasi. Operasi beberapa belas jam itu berhasil dilakukan, yah operasi biasa bukan pencakokan jantung, dan besok aku akan bertemu dengan Niall. Ya! Itu pasti! Dia sudah berjanji akan memberikan surprise padaku.


-------Four days later.. --------

“Hey! You’re finally awake!” Aku merasa begitu lelah, tubuhku kaku, tetapi aku tak pernah merasa sesehat ini sebelumnya. Suara husky Zayn menyadarkanku dengan cepat.

“Hello Zayn..” ujarku lirih, “Where’s Niall? Where’s my mom and dad? Where’s the other lads?” Zayn menggigit bibirnya kebiasaannya ketika ia panik dan nervous,

“Uh, emm.. The other lads are going to get their brunch. Your parents are talking to the doctor.”

“And Niall? Where’s that Irish bastard?” Kini Zayn mengacak rambutnya, makin panik,

“Uh, Niall.. He went to.. Mullingar! Yeah, he went to Mullingar yesterday..”

“WHAT? MULLINGAR? He promised me that he would be the first person I saw when I opened my eyes..” dan memberiku kejutan, tentu saja.

“Err.. I don’t know.. Really.” Tukas Zayn cepat, “Are you feeling great now?” Aku mengacuhkan Zayn dan meraih telepon genggamku untuk menghubungi Niall, tetapi ketika aku melihat tanggal dan hari yang tercantum, aku terperangah.

“Zayn! Today is Sunday!” “Yeah rite. Why?”

“God! I supposed to wake up at Thursday! I slept for 4 days! Something’s wrong here!” Zayn makin panik,

“Err.. Why did you ask me? I don’t know anything babe..” Kemudian pintu kamarku dibuka dan tiga sosok pemuda serta tiga perempuan menghambur ke arahku, menghujaniku dengan pelukan. All the rest of the lads are here, except your lovely Nialler..

“Hello El, Perrie, Dani, Liam, Louis, Hazza..”

“Hi Alia! How are you?” Eleanor mengusap rambutku dengan senyum.

“I’m feeling so damn great and healthy..” jawabku pendek,

“Guys, where’s Niall? He went back to Mullingar? Is he kidding me?” Pertanyaanku dijawab dengan keheningan.

“Why did he left me and break his promise? He supposed to be here when I woke up! He said he had a surprise for me!” kalimatku berurut panjang, mengabsen kekecewaanku pada pria pirang yang ku cintai. Tak ada jawaban, hanya Danielle dan Eleanor yang keluar dari kamar tanpa permisi. Harry berdeham,

“Err.. Ehm, Al.. Niall was..” ucap Harry

“Sweetie?” Ucapan Harry dipotong oleh suara ibu dan ayah yang tiba-tiba memasuki kamarku.

“Tell me the truth.. Where’s Niall?” kekecewaan dan kekhawatiranku tak bisa disembunyikan,

“Mom, Dad.. Where’s Niall?” Ada jeda panjang yang diisi oleh keheningan. Ibumu mulai terisak. Aku mencium ada sesuatu yang tidak beres,

“Mom, why did I sleep for 4 days? It supposed to be only a day..”

“Alia.. listen to us.” Akhirnya ayah angkat bicara.

“Yeah I’m currently listening to you.”

“Niall isn’t here.” ucap Ayah

“I know, he’s in Mullingar. Isn’t he?” Ayah mengangguk,

“Yeah..” Semua tertunduk, kini giliran Perrie yang keluar kamar, menahan tangis. Aku heran, jelas sekali ada sesuatu yang salah di sini.

“Damn, what happened? Why all the girls cried?” tukasku. Kemudian ibu menghampiriku, memelukku erat sembari ayah memberikan penjelasan.

“His body is in Mullingar.. Lay down forever there..” Semakin tak mengerti, aku mulai histeris,

“WHAT?!”

“When Niall drove his car to back to this hospital, he had a car accident..” Aku terperanjat, merasa duniaku hancur saat itu juga.

“Then…” kalimatnya tertahan di tenggorokan,

“He’s dead..” Lagi, aku hanya terdiam. Tubuhku mendadak kaku, dan buliran-buliran air mata membasahi pipiku. Pikiranku kosong, seperti dirampas tiba-tiba. Aku tak bisa berpikir, berbicara, atau bahkan bergerak. Aku pasti hanya bermimpi.. Mungkin ini adalah salah satu dari rencana Niall untuk mengejutkanku.. Ya, pasti begitu.. Niall tak mungkin pergi meninggalkanku.. Apalagi untuk selamanya..

“And the nurses in the ambulance said..” ayah menarik nafas panjang, suaranya hanya menjadi sekilas bisikan,

“Niall last word was.. Commanded to gave you his heart..” Air mataku mengalir deras, sangat deras. Aku merasa seperti ada palu besar yang menghantamku tepat di dada. Sakit, sangat sangat sakit.

“You lie!” aku mulai menangis,

“Niall said.. He would never leave me.. He would always be with me..” kalimatmu mengalir pilu, “And you know? NIALL HORAN NEVER BREAKS HIS PROMISE!”

Ibu memelukku erat, begitu juga dengan Zayn, Liam, Harry dan Louis. Saat itu juga aku sadar kalau mereka tak berbohong. Louis tak bisa pura-pura menangis, begitu pula Zayn, Harry dan Liam. Tetapi kini aku melihat mereka pun menitikan air mata pilu. Aku berontak, berusaha menangis sejadi-jadinya dan memukul-mukul dadaku, berharap aku akan jatuh pingsan seperti biasanya jika kau merasa terlalu marah atau sedih. Tetapi semuanya nihil, jantung Niall dalam diriku bekerja terlalu baik.

“I DON’T NEED HIS HEART!! ALL I NEED IS HIM!” teriakku

“We know.. We know, Al.. We need him too..” suara Liam terdengar pecah,

“But that already happened..”

“BULLSHIT!! HE SAID HE WOULD BE HERE AND GAVE ME A SURPRISE!” aku berteriak, masih berharap kau akan jatuh pingsan dan terbangun dengan Niall berada di sisiku dengan lengannya yang memelukku erat seperti biasanya,

“I DON’T NEED A SURPRISE LIKE THIS HORAN!” aku tak pernah membayangkan akan kehilangan Nialler-ku, tak pernah sedetikpun. Yang aku takutkan selama ini adalah aku yang akan meninggalkannya karena penyakitku, bukan sebaliknya. Kini aku tak akan pernah lagi mendengar sebutan ‘Princess’ yang sangat aku sukai, atau menghabiskan waktu dengan bersandar pada dada bidangnya sembari bercerita tentang hari-hari yang kalian lewati.

“Nialler.. You’re a liar.. WHY DID YOU LEAVE ME? YOU’RE A FUCKIN BASTARD! ”

Aku begitu mencintai pemuda pirang Irlandia-ku. Aku menyukai caranya tertawa, menyukai kejutan-kejutan kecilnya, menyukai caranya menciumku atau caranya bermain dengan rambutku. Dia selalu bilang bahwa aku begitu wangi, itu sebabnya ia selalu memelukku. Aku masih ingat saat terakhir aku bertemu dengan Niall-ku, bagaimana ia memelukku, bagaimana ia mengecupku, bagaimana ia memanggilku princess, dan bagaimana caranya berkata kalau dia mencintaiku. Ayah kemudian menghampiriku, dengan matanya yang mulai berkaca-kaca, ia merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah.

“They found this in Niall’s pocket..” ayah meletakannya di telapak tanganku yang gemetar hebat,

“I guess.. That’s the surprise.. I’m so sorry sweetie..” Aku menggenggamnya dan kemudian dengan tanganmu yang lemah dan gemetar aku membukanya.

Adalah sebuah cincin perak dengan berlian berwarna kebiru-biruan yang berkilau indah---mengingatkanku pada warna mata Niall-ku, mata yang membuatku tak pernah bisa melupakannya sejak pertama bertemu. Di dalamnya terukir halus sebuah frasa sederhana---membuat tangisku semakin pecah.Nialler you're my super hero ,,thank you for your heart ,,I will safe it ,, Love you always Niall

THE END ---------


*maaf kalo bhs inggrisnya ada yang ngaco, maklum orang jawa bukan orang sono :D*

No comments:

Post a Comment